Halaman

Rabu, 16 Februari 2011

Welcome to Adem Ati Program: Sejarah Tanaman Obat Indonesia ...” plus 1 info menarik lainnya

Welcome to Adem Ati Program: Sejarah Tanaman Obat Indonesia <b>...</b>” plus 1 info menarik lainnya


Welcome to Adem Ati Program: Sejarah Tanaman Obat Indonesia <b>...</b>

Posted: 16 Feb 2011 09:15 AM PST

Hidup sehat merupakan anugerah Allah, serta merupakan Hak Azasi Manusia. Mempertahankan kesehatan merupakan sifat hakiki setiap manusia. Oleh karena itu apabila manusia sakit maka ia berusaha melakukan berbagai upaya untuk mengobati penyakitnya.

Peran Obat tradisional mendominasi berperan sebagai obat sejak pertengahan abad 19. Sedangkan abad 19 mulai dikenalkan dengan metode eksperimental seiring dengan ilmu pengetahuan yang berkembang pesat termasuk ilmu kimia kedokteran, begitu pula pengolahannya isolasi dan penentuan struktur kimia zat aktif tanaman banyak dikerjakan, serta dilakukannya sintesa zat aktif.

Abad 20 peran obat sintetik dan semi sintetik mendominasi pemakaian obat, begitu pula akhir abad 20 terjadinya perubahan paradigma pengobatandari ragawi menjadi holistik dan obat tradisional melengkapi upaya pengobatan formal.

Sejarah menunjukkan bahwa diwilayah nusantara abad ke 5 sampai abad ke 19, tanaman obat merupakan sarana yang paling utama bagi masyarakat kita untuk pengobatan penyakit dan pemeliharaan kesehatan.

Kerajaan-kerajaan diwilayah nusantara seperti: Sriwijaya, Majapahit dan Mataram mencapai beberapa puncak kejayaan dan menyisakan banyak peninggalan yang dikagumi dunia, salah satunya produk Tanaman Obat yang diandalkan sebagai sarana pemeliharaan kesehatan. Pengetahuan tanaman obat yang dikenal diwilayah Nusantara adalah bersumber dari pengetahuan secara turun-menurun, khususnya: China dan India.

Tumbuhan obat umumnya merupakan tumbuhan hutan yang didosmetikasi oleh nenek moyang menjadi tanaman pekarangan dan tanaman pinggir kebun dan secara turun menurun digunakan sebagai obat.

Tetapi dengan masuknya pengobatan modern di indonesia, yang ditandai dengan didirikannya Sekolah Dokter Jawa (stovia) di Jakarta tahun 1904, maka secara bertahap dan sistematis penggunaan tanaman obat sebagai obat ditinggalkan. Sejalan dengan masuknya modernisasi terutama dalam aspek pendidikan, maka pola hidup tradisional mulai tererosi. Perubahan yang paling menonjol adalah cara menjaga kesehatan dan pengobatan. Dengan begitu pola kehidupan masyarakat kita juga beralih pada pengobatan modern yang semula mengandalkan tumbuhan kini mulai mengandalkan obat kimia (obat modern).

Penggunaan tanaman obat dianggap kuno bodoh, berbahaya dan terbelakang. Tumbuhan obat yang secara turun menurun didosmetikasi dan dipelihara disudut-sudut kebun kini mulai terlantar, dilupakan dan dibersihkan yang akhirnya banyak masyarakat mungkin turunan kita tidak mengenal lagi jenis tanaman obat yang ditanam atau sudah terkenal sejak jaman nenek moyang kita, dan memahami konsep umum tentang obat hanya barang-barang yang dijual diapotik.

Di negara-negara tetangga kita seperti: RRC, Korea, Jepang, Taiwan dan Hongkong dan negara-negara timur lainnya, pengobatan modern dikembangkan sampai efektif. Obat tradisional tanaman obat biasa diresepkan oleh dokter dan banyak digunakan dirumah sakit, sehingga pasien dapat memilih untuk menggunakan obat kimia atau obat tradisional tanaman obat atau gabungan.

Upaya-upaya melestarikan pengetahuan tanaman obat berupa buku dan dokumentasi, antara lain :

• K. Heyne. Menulis buku “Tanaman Berguna Indonesia”
• Ny. Klopenberg-Versteegh, mendata 887 tanaman obat pribumi disertai 1.467 resep pengobatan.
• Dr. Seno Sastroatmidjoyo & Harsono Radjakmangunsudarso, menulis buku “Cabe Puyang Warisan Nenek Moyang”, yang menghimpun keterangan Tanaman Obat Indonesia, cara penggunaannya dan proses pengobatan dengan Tanaman Obat.
• Beberapa orang ternama Indonesia yang juga ia seorang pengobat, penulis, pemerhati dan peneliti antara lain : Prof. Hembing Wijayakusuma, Dr. Setiawan Dalimartha, G. Kartasapoetra, Thomas A.N.S, dr. Prapti Utami dan banyak lagi.
• Penerbit dan peneliti dari lembaga-lembaga, seperti: PT. Esei Indonesia, Balitro Bogor, Badan Litbang Depkes, BPTO Tawangmangu, Direktorat jendral POM, Depkes, Majalah Agrobis, Intisari dll.
• Pelayanan pengobat formal dengan Tanaman Obat : RS. Dr. Sutomo Surabaya, RS. Bethesda, beberapa Puskesmas di Jawa Timur.
• Upaya lembaga pemeliharaan & penelitian Tanaman Obat Indonesia seperti : Balai penelitian tanaman obat & rempah (Balitro) Bogor, Balai Tanaman Obat Tawamangu
• Pelestarian pemanfaatan tumbuhan obat dari hutan tropis Indonesia untuk kepentingan usaha, dilakukan oleh Perusahaan-perusahaan Produk Jamu, Perusahan-perusahaan Farmasi dengan berbagai produk berlogo “Jamu” dan berijin obat Obat Taradisional “TR”, Minuman-minuman Kesehatan Tradisional yang berijin P-IRT seperti minuman kesehatan Instant Jahe, Temulawak, Kunir Putih “ADEM ATI” Jember.

Upaya-upaya diatas memang nyata ada, tetapi sangat terbatas dan dampaknya sangat kecil dibandingkan dengan kebutuhan yang ada. Hal ini terjadi karena kurangnya dukungan masyarakat, karena masyarakat masih berkiblat dengan faham modern dan hal-hal yang bersifat tradisional kurang menarik. Sebagai akibatnya hasil dari upaya-upaya diatas kurang nyata. Tetapi abad ke 20 terdapat kecenderungan secara global untuk kembali ke alam, dan kecenderungan ini sangat kuat di negara-negara maju yang berdampak pada negara-negara berkembang seperti Indonesia ini.

Welcome to Adem Ati Program: Jenis Obat <b>Tradisional</b> | Konsultasi <b>...</b>

Posted: 16 Feb 2011 08:35 AM PST

Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM) yang kemudian beralih menjadi Badan POM mempunyai tanggung jawab dalam peredaran obat tradisional di masyarakat. Obat tradisional Indonesia semula hanya dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu obat tradisional atau jamu dan fitofarmaka. Namun, dengan semakin berkembangnya teknologi, telah diciptakan peralatan berteknologi tinggi yang membantu proses produksi sehingga industri jamu maupun industri farmasi mampu membuat jamu dalam bentuk ekstrak, namun sayang pembuatan sediaan yang lebih praktis ini belum diiringi dengan penelitian sampai dengan uji klinik. Dengan keadaan tersebut maka obat tradisional sebenarnya dapat dikelompokan menjadi 3, yaitu jamu, obat ekstrak (Herbal), dan fitofarmaka.

1. Jamu (Empirical based herbal medicine)
Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk seduhan, pil dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional. Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur yang disusun dari bebagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak, berkisar antara 5 – 10 macam bahkan lebih. Bentuk jamu tidak empiris. Jamu yang telah digunakan secara turun-temurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, telah membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan kesehatan tertentu.

2. Bahan Ekstrak Alami (Scientific based herbal medicine / Herbal)
Adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan alami yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral. Untuk melaksanakan proses ini membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan berharga mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang mendukung dengan pengetahuan maupun keterampilan pembuatan ekstrak. Selain proses produksi dengan tehnologi maju, jenis ini pada umumnya telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pre-klinik seperti standar kandungan bahan berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat standar pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji toksisitas akut maupun kronis.

3. Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine)
Merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam yang dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia. Oleh karena itu, dalam pembuatannya memerlukan tenaga ahli dan biaya yang besar ditunjang dengan peralatan berteknologi modern.

Sumber Perolehan Obat Tradisional
Obat tradisional dapat diperoleh dari berbagai sumber sebagai pembuat atau yang memproduksi obat tradisional, yang dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Obat tradisional buatan sendiri
Obat tradisional jenis ini merupakan akar dari pengembangan obat tradisional di Indonesia saat ini. Pada zaman dahulu, nenek moyang kita mempunyai kemampuan untuk menyediakan ramuan obat tradisional yang digunakan untuk keperluan keluarga. Cara ini kemudian terus dikembangkan oleh pemerintah dalam bentuk program TOGA. Dengan adanya program TOGA diharapkan masyarakat mampu menyediakan baik bahan maupun sediaan jamu yang dapat dimanfaatkan dalam upaya menunjang kesehatan keluarga. Program TOGA lebih mengarah kepada self care untuk menjaga kesehatan anggota keluarga serta penaganan penyakit ringan yang dialami oleh anggota keluarga.

Porgram TOGA bertujuan untuk menyediakan obat dalam rangka penaganan kesehatan sendiri. Dengan kemampuan pengetahuan serta pendidikan masyarakat yang bervariasi, program ini mengajarkan pengetahuan peracikan jamu serta penggunannya secara sederhana tetapi aman untuk dikonsumsi. Sumber tanaman diharapkan disediakan oleh masyarakat sendiri, baik secara individu, keluarga, maupun kolektif dalam suatu lingkungan masyarakat. Namun, tidak tertutup kemungkinan bahan baku dibeli dari pasar tradisional yang banyak menjual jamu yang pada umumnya juga merupakan bahan untuk keperluan bumbu dapur masakan asli Indonesia. Pelaksanaan program BATTRA TOGA diharapkan melibatkan peran aktif seluruh anggota masyarakat yang dapat terwakili oleh ibu rumah tangga, dibimbing dan dibina oleh puskesmas setempat.

2. Obat tradisional berasal dari pembuat jamu / Herbalist
Membuat jamu merupakan salah satu profesi yang jumlahnya masih cukup banyak. Salah satunya adalah pembuat sekaligus penjual jamu gendong. Pembuat jamu gendong merupakan salah satunya penyedia obat tradisional dalam bentuk cairan minum yang sangat digemari masyarakat. Jamu gendong sangat populer. Tidak hanya di pulau Jawa, tetapi juga dapat ditemui di berbagai pulau lain di Indonesia. Segala lapisan masyarakat sangat membutuhkan kehadirannya meskipun tidak dapat dipungkiri lebih banyak dari masyarakat lapisan bawah yang menggunakan jasa mereka. Selain jamu gendong yang umum dijual seperti kunir asam, sinom, mengkudu, pahitan, beras kencur, cabe puyang dan gebyokan. Mereka juga mampu menyediakan jamu khusus sesuai pesanan. Misalnya jamu habis bersalin, jamu untuk mengobati keputihan, dll. Akhir-akhir ini, dengan adanya jamu-jamu industri seringkali kita jumpai penjual jamu gendong menyediakan jamu serbuk buatan industri untuk dikonsumsi bersamaan dengan jamu gendong yang mereka sediakan. Selain pembuat jamu gendong, peracik tradisional masih dapat dijumpai di Jawa Tengah. Mereka berada di pasar-pasar tradisional menyediakan jamu sesuai kebutuhan konsumen. Bentuk jamu pada umumnya sejenis jamu gendong, namun lebih mempunyai kekhususan untuk pengobatan penyakit atau keluhan kesehatan tertentu. Peracik sejenis ini tampaknya sudah semakin berkurang jumlahnya dan kalah bersaing dengan industri yang mampu menyediakan jamu dalam bentuk yang lebih praktis. Tabib lokal/ pengobat Herbal/ Battra, masih dapat kita jumpai meskipun jumlahnya tidak banyak. Mereka melaksanakan praktek pengobatan dengan menyediakan ramuan dengan bahan alami yang berasal dari bahan lokal. Ilmu pengobatan alternatif ini diperoleh dengan cara bekerja sambil belajar kepada pengobat yang telah praktek. Dibeberapa kota, telah dapat dijumpai pendidikan pengobatan berupa kursus yang telah dikelola dengan baik dan diselenggarakan oleh pengobat tertentu. Pada umumnya, selain pemberian ramuan, para pengobat juga mengkombinasikannya dengan tehnik lain seperti metoda spiritual/agama atau supranatural (Pengobatan alternatif).
Sinshe adalah pengobat tradisional yang berasal dari enis Tionghoa yang melayani pengobatan menggunakan ramuan obat tradisional bersumber dari pengetahuan negara asal mereka, yaitu Cina. Pada umumnya mereka menggunakan bahan-bahan yang berasal dari Cina meskipun tidak jarang mereka juga mencampur dengan bahan lokal yang sejenis dengan yang mereka jumpai di Cina. Obat tradisional Cina berkembang dengan baikdan banyak diimport ke Indonesia untuk memenuhi kebutuhan obat yang dikonsumsi, tidak saja oleh pasien etnis Cina tetapi juga banyak dikonsumsi oleh warga pribumi. Kemudahan memperoleh bahan baku obat tradisional Cina dapat dapat dilihat banyaknya toko obt Cina yang menyediakan sediaan jadi maupun menerima peracikan resep dari sinshe. Selain memberikan obat tradisional yang disediakan oleh toko obat, sinshe pada umumnya mengkombinasikan ramuan dengan tehnik lain seperti pijatan, akupresur,atau akupuntur.

3. Obat tradisional buatan industri.
Berdasarkan peraturan Departemen Kesehatan RI, industri obat tradisional dapat dikelompokan menjadi industri kecil dan industri besar berdasarkan modal yang harus mereka miliki. Dengan semakin maraknya obat tradisional, tampaknya industri farmasi mulai tertarik untuk memproduksi obat tradisional. Tetapi, pada umumnya yang berbentuk sediaan berupa ekstrak bahan alam atau fitofarmaka. Sedangkan industri jamu lebih condong untuk memproduksi bentuk jamu yang sederhana meskipun akhir-akhir ini cukup banyak industri besar yang memproduksi jamu dalam bentuk modern (tablet, kapsul, syrup dll.) dan bahkan fitofarmaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar