Jamu akan Jadi Resep Dokter” plus 1 info menarik lainnya |
Posted: 19 Oct 2010 09:42 AM PDT
GAUNG 'Kembali ke Alam' atau 'Back to Nature' kian melanda dunia. Banyak orang mulai kembali ke pengobatan herbal ketimbang obat kimia. Lantaran itu, potensi jamu dinilai cukup besar untuk mengobati penyakit. Sayangnya, pengobatan obat tradisional itu belum bisa naik kelas. Jamu masih dianggap sebagai obat alternatif dan preventif. |
Pemerintah Siapkan 12 Rumah Sakit Dilengkapi Klinik <b>Jamu</b> | ESQ <b>...</b> Posted: 19 Oct 2010 01:43 AM PDT Pemerintah telah menyiapkan 12 rumah sakit di sejumlah provinsi yang menyediakan klinik herbal dan jamu untuk mengangkat harkat jamu sebagai pelengkap pengobatan modern. "Dengan begitu jamu bisa menjadi pilihan masyarakat untuk pengobatan penyakit," kata Ketua Perhimpunan Dokter Herbal Medik Indonesia (PDHMI) Hardhi Pranata di sela International Conference on Medicinal Plant di Jakarta, Selasa. Dia mengatakan, ke-12 RS yang ada klinik jamunya tersebut antara lain RSCM, RS Dharmais, RS Persahabatan, RS Sardjito Yogyakarta, RS Hasan Sadikin Bandung, RS dr Soetomo Surabaya, juga RS Shanglah Bali. Untuk itu akan digelar pendidikan dan pelatihan tentang jamu pada akhir Oktober 2010 di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional Kemenkes di Tawangmangu, Jawa Tengah bagi para dokter, apoteker serta tenaga medis. "Dari diklat ini, para dokter tersebut akan mendapatkan surat registrasi untuk bisa meresepkan jamu sebagai obat bagi pasien," kata Hardhi sambil menambahkan bahwa Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga sudah bertekad menjadikan jamu sebagai pelengkap pengobatan modern. Sementara itu Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Marzan Azis Iskandar, mengatakan, pihaknya juga akan membantu mengangkat obat-obatan herbal dan jamu melalui saintifikasi jamu. "Saintifikasi jamu akan memberikan bukti ilmiah tentang kandungan herbal dan kasiat jamu mengobati suatu penyakit," ujarnya. Selama ini untuk menjadikan jamu sebagai salah satu produk saintifik atau fitofarmaka (herbal terstandar), diperlukan waktu yang lama dan biaya besar dalam menjalani riset dan uji klinis, ujarnya. "Sekarang sudah ada teknologi yang bisa memotong proses tersebut menjadi lebih pendek dengan biaya juga lebih murah. Tapi untuk mencapai hal tersebut, perlu kerja sama semua pihak baik dari pemerintah, swasta dan para ahli," ujarnya.Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional Kemenkes, Indah Yuning Prapti, mengatakan, hingga saat ini sudah ada empat ramuan jamu hasil saintifikasi jamu di Kemenkes dari sekitar 3.000 produk herbal yang beredar di pasaran Indonesia, berupa jamu, suplemen kesehatan, dan fitofarmaka. "Ramuan jamu yang sudah disaintifikasi itu, jamu anti peradangan, anti hipertensi, anti asam urat, dan anti kolesterol. Padahal masih banyak bahan jamu lainnya yang perlu disaintifikasi," ujarnya. Dia menuturkan, dengan adanya rumah sakit yang melayani pengobatan dengan jamu, diharapkan makin banyak masyarakat yang tak mampu terobati dengan obat modern bisa terbantu. Selain itu jamu yang berasal dari bahan alami akan makin dikenal oleh masyarakat. "Kita juga berharap jamu bisa didaftarkan ke Unesco sebagai warisan budaya bangsa, seperti halnya batik dan wayang," tambah Hardhi. (ant/git) |
You are subscribed to email updates from rss indonesia rakhma To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar